11/11/2009

ISLAM AGAMA RAHMAT

Oleh: H.M. Amin Syukur *)

Islam diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. pada + tahun 610 di saat dunia masih dikungkung oleh kekuasaan otoriter dan penuh dengan kekerasan, yang berlaku dan ditegakkan adalah hukum rimba, yang kaya memeras yang miskin, dan yang kuat menindas yang lemah. Diantara yang dianggap lemah ialah kaum wanita. Mereka dijadikan bagaikan harta benda yang bisa diperdagangkan dan diwariskan. Dalam kondisi seperti itu, Al-Qur’an mengajarkan agar manusia saling mengerti, saling mengenal dan saling menghargai. Allah SWT. sengaja membuat keanekaragaman itu, sebagai identitas untuk saling dikenal. Identitas itu tidak mempunyai arti apa-apa kecuali ketakwaan seseorang. Hal itu sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13.

Dengan sikap takwa akan menampilkan sikap tanggung jawab, santun dan kasih sesama manusia. Sikap yang demikian itu adalah dambaan semuanya. Demikianlah cara Islam mengajarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Fath ayat 29:

“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yg bersama dengannya adalah tegas (asyidda`) terhadap orang-orang kafir (orang yg mengingkari kebenaran), tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridlaan-Nya. Ada bekas-bekas sujud di wajah mereka …”
Dengan demikian Islam melarang melakukan kerusakan dan sebaliknya mewajibkan berbuat kasih sayang kepada orang yang berbuat kebaikan. Dalam surat al-A’raf ayat 56 dinyatakan:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Visi Islam
Islam adalah agama yang membawa Rahmat bagi alam semesta: Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil ‘alamiin (...dan Kami tidak mengutusmu [wahai Muhammad], kecuali membawa cinta kasih kepada alam semesta) - (QS.al-Anbiya`/ 21: 107). Rahmat itu tidak hanya bagi orang Arab saja, tetapi orang ‘ajam (selain Arab) mendapatkan rahmat, bahkan binatang dan tumbuh-tumbuhanpun mendapatkannya.
Betapa mulianya ajaran Islam, ketika binatang mendapatkan kasih sayang, ketika menyembelihnya diwajibkan memakai pisau yang tajam. Ada riwayat yang menyatakan bahwa ada seorang wanita yang masuk neraka, karena kucing. Dia me-nyancang-nya, tidak mau memberi makanan padanya. Dan banyak riwayat yang menyatakan bahwa Allah me-la’nat terhadap orang yang buang air besar ataupun kecil di tempat lalu-lalang manusia atau tempat istirahat mereka (al-Hadits).
Dengan demikian, Islam selalu berusaha menciptakan kesejahteraan di muka bumi ini. Visi tersebut lebih lanjut diwujudkan dalam pola Islam mendidik dengan menanamkan akidah tauhid kepada umatnya dan melaksanakan ibadah dengan penuh penghayatan untuk membentuk akhlak individual dan akhlak sosial.

Bukti Kerahmatan
Beberapa bukti Islam menyerukan kerahmatan ialah: Pertama, potongan lafadh adzan: hayya alash shalah (shalat adalah hubungan vertikal) dan hayya alal falah (kebahagiaan adalah hubungan horisontal). Kedua, shalat diawali takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, maksudnya, takbir menunjukkan hubungan vertikal, sedang salam menunjukkan hubungan horisontal, menebarkan kerahmatan kepada masyarakat sekeliling.
Ketiga, ayat Al-Qur`an lebih banyak yang bernuansa kerahmatan sosial. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Imam Khumaini terhadap ayat ibadah formal yang bersifat individual dan ibadah sosial dapat diperbandingkan 100:1, yakni seratus ayat berkaitan dengan ibadah sosial, satu ayat yang berkaitan dengan ibadah formal. Keempat, ibadah formal, terutama puasa dapat diganti dengan ibadah sosial, dan tidak bisa sebaliknya.
Dengan demikian, refleksi yang dapat diambil dari ibadah-ibadah individual pada kerahmatan sosial adalah: seseorang yang kurang memperhatikan masalah sosial akan berakibat fatal (masuk neraka). Dalam surat Al-muddatstsir ayat 42-44 Allah berfirman:
42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" 43. Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
44. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miski.

Dipertegas lagi dalam surat Alma’un ayat 1-6:
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. Orang-orang yang berbuat riya

Ayat di atas menjelaskan, bahwa seseorang dianggap pembohong terhadap agamanya apabila ia beribadah secara formal kepada Allah SWT., tetapi tidak mempunyai kepekaan sosial. Oleh karena itu, semangat ibadah-ibadah haruslah diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan dan tantangan yang sedang dihada¬pi. Dengan adanya sikap yang demikian, maka kita mampu merasakan sense of crisis dalam diri kita. Hakikat ibadah sebagai instrumen atau wahana mendidik umat agar peka terhadap realitas sosial.
Dengan demikian diharapkan ibadah tersebut mampu mendidik umat manusia agar memiliki kerahmatan sosial yang tinggi, sehingga berbagai persoalan sosial yang dihadapi masyarakat seperti kemis¬kinan, kebodohan dan keterbelakangan dapat diatasi secara bersa¬ma.
Semoga ada manfaatnya. Wallahu a’lam bish shawab

*) Penulis adalah alumni PP Ihyaul Ulum Dukun. Sekarang menjadi Guru Besar Tasawuf di IAIN Walisongo Semarang, Direktur LEMBKOTA (Lembaga Bimbingan dan Konsultasui Tasawuf) Semarang. Pembina Yayasan: YPI Nasima, al-Muhsinun, PAPB Semarang.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger