By: Ida Fitriyah, S.Ei.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali ke jalan yang benar (surat Ar-Rum;41).
Memasuki musim hujan, sering kita merasa ricuh dan sulit beraktifitas. Mau ke mana ada bayangan ke hujanan, basah, perasaan was-was takut suara petir dan sambarannya. Beberapa wilayah juga teranyam pemadaman, listrik tidak menyala berjam-jam, malam hari gelap dan sedabrek keresahan yang melanda jiwa manusia. Namun, lebih dari bayangan yang tidak menyenangkan tersebut, marilah kita intropeksi diri atas kondisi alam yang berdampingan dengan penciptaan manusia.
Secara garis besar, hubungan manusia sebagai hamba Allah terbagi atas tiga hal; hubungan dengan Allah Swt (hablu minAllah), dengan sesama (hablu minnas) dan dengan alam (hablu minl ‘alam). Kedekatan manusia dengan Allah menjadikan hamba yang taat dan arif. Sedang dengan sesama menjadikan hamba yang peramah, santun, berakhlakul karimah. Dan berdamai dengan alam menjadikan manusia bijaksana mengatur alam sekitarnya. Ketiga-tiganya berlaku satu, manunggal dalam nilai ketauhidan pada Allah Swt.
Manusia dan alam memiliki posisi yang sama, yakni ciptaan tuhan. Tidak ada yang membedakan keduanya kecuali manusia diberi hak untuk mengatur dan mempergunakannya. Namun, dari sisi alam ada hukum sebab-akibat yang selalu menyertai. Jika manusia tidak menanam pohoh misalnya, maka udara akan panas, rawan banjir dan tanah longsor. Inilah tuntutan yang harus diperhatikan demi kebahagiaan hidup di dunia.
Kondisi kealaman senantiasa berubah-ubah menurut kejadiaannya. Hukum fisika menjelaskan bahwa perubahan material tertentu menyebabkan terjadinya gaya atau situasi baru. Melihat alasan seperti ini hendaknya kita juga mengimani apa yang telah ditugaskan pada alam. Melalaikannya berarti juga melupakan sisi kebesaran Allah Swt. Matahari diputar menurut orbitnya, air mengalir menurut kerendahannya, batu jatuh menurut gravitasinya dan ayat-ayat Allah yang terwujud sesuai kondisi yang di tentukan.
Hari ini jika ada peristiwa yang berubah dengan kondisi kealaman, maka layak untuk kita pikirkan. Apakah benar manusia sudah menjalankan tugasnya di dunia dengan ma’ruf (baik), mengayomi, dan menjaganya dengan baik? Jangan-jangan kita semena-mena dengan alam, yang tanpasadar menjadikannya sebagai obyek, korban pemerasan nafsu hewaniyah manusia semata. Ingat!!! Dalam sisi ibadah dan syukur kepada Allah Swt, mempergunakan dengan baik dan menjaganya adalah salah satu diantara hikmah kita bersyukur pada Allah.
Sekarang coba kita koreksi dengan kejadian alam yang telah ada. Bagi para petani musim hujan tahun ini sedikit terlambat tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Beberapa tahun belakangan ini, hujan seakan-akan tidak mengenal bulan sebagaimana mestinya. Dulu para petani memprediksi, dan juga menjadi rutinitas pekerjaan, hujan biasanya turun pada bulan 11 atau 12. Akibatnya, petani terlambat memprediksikan kapan musim tanam akan tiba.
Tidak hanya yang terjadi di masyarakat pertanian. Pada masyarakat nelayan juga mengalami hal serupa. Beberpa kali kita lihat di televisi para nelayan tidak melakukan aktivitas mencari ikan di laut karena takut terkena terpaan angin dan ombak yang begitu besar. Beberapa di antaranya juga sampai ada yang hanyut, hilang dan ditemukan telah meninggal tengelam di laut lepas. Yang parah lagi, isu ternjadinya bencana alam pada tahun 2012 seperti yang dibayangkan orang-orang Barat, diprediksi bakal terjadi. Oleh sebab itu, alam yang memiliki kedudukan sama dengan manusia harus diperhatikan.
Oleh sebab itu, untuk mesyukuri nikmat dan berlaku adil dengan alam sehingga menambah rasa keimanan. Maka, kita harus menjaga kondisi alam dengan baik. Alam semesta adalah ciptaan Allah Swt. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah.
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi bertujuan untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya. Sebagaimana firman Allah Swt;
Artinya: “ Dan kami Telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami Telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya”.
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat. Di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mensucikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa masa depan yang tak terelakan. Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh.
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.
10/27/2010
Berdamai Dengan Alam
12:33 AM
OGB community
0 comments:
Post a Comment